Monday, June 22, 2020

MANFAAT TANAMAN MINDI (Melia azedarach L)


Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros


PENDAHULUAN
Tanaman ini berasal dari daerah himalaya (india) dan sekarang tersebar di seluruh daerah tropis dan  subtropis.  Tanaman  Mindi  dapat  tumbuh  setinggi  9 – 15  m.  Kayu  mindi  sering digunakan sebagai bahan bangunan. Mindi juga sering digunakan sebagai tanaman pelindung di perkebunan kopi dan teh. Buah yang masak akan tetap  tinggal di pohon selama beberapa bulan. Kandungan minyak  di  dalam  bijinya  sampai  40%.  Kandungan  minyak  ini  mengandung  bahan  aktif  alkaloid yang  larut  di  dalam  air.  Minyak  mindi  mengandung carotinoid  dan  meliatin.  Kandungan  bahan aktif  mindi  mirip  seperti  mimba,  yaitu: azadirachtin,  triol,  dan  salanin.  Tanaman  mindi  banyak dimanfaatkan untuk pestisida naba.

Sunday, June 21, 2020

PENGELOLAAN HAMA ULAT GRAYAK


Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros



PENDAHULUAN

Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam utamanya pada lahan kering di luar Jawa. Meskipun produktivitas  jagung  nasional  meningkat,  namun  secara  umum  tingkat  produkivitas  biji  jagung nasional  masih  rendah  yaitu  baru  mencapai  3,11  t/ha  pada  tahun  2002  (Ditjen  Bina  Produksi Tanaman  Pangan,  2003).  Kegiatan  berbagai  institusi  baik  pemerintah  maupun  swasta  telah mampu  menyediakan  teknologi  produksi  jagung  dengan  tingkat  produktivitas  4,5-10,0  t/ha tergantung  pada  kondisi  lahan  dan  penerapan  teknologinya.    Namun  demikian  target  yang diharapkan  sering  tidak  dapat  dicapai  karena  adanya  berbagai  kendala.  Swastika  et  al  (2004) melaporkan  bahwa  masalah  yang sering dihadapi  dalam  meningkatkan produksi jagung nasional telah diidentifikasi dan dikelompokkan. Salah satu masalah produksi adalah cekaman lingkungan baik cekaman abiotis maupun biotis. Cekaman biotis berupa gangguan hama, gulma, dan penyakit sering  menimbulkan  kehilangan  hasil  yang  cukup  nyata.  Ulat  grayak  (Spodoptera  litura)  dapat merusak tanaman 5% sampai 50% (Metcalf dan Metcalf 1993).

Thursday, April 30, 2020


SERANGGA HAMA WERENG JAGUNG


Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros



PENDAHULUAN
 Dalam budidaya tanaman jagung, kendala yang dapat terjadi adalah adanya gangguan dari hama. Banyak jenis hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman jagung (Sudarmo, 1990). Perkembangan hama pada tanaman jagung dapat dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan seperti iklim, pola tanam, varietas rentan, dan faktor biotis seperti parasit dan predator maupun mikroorganisme lainnya.

Wednesday, April 1, 2020

PEMANFAATAN DAUN SIRSAK SEBAGAI PESTISIDA NABATI

 

Ayyub dan M.Sudjak Saenong

Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

 

PENDAHULUAN  Tanaman sirsak (Annona muricata L) cukup potensial untuk digunakan seba-gai bahan pestisida hayati. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatasin, squamosin, saponin, flavonoid, dan tanin (Plantus 2008) dalam Harsoyo Purnomo dan Afri Utami, 2012).  Senya-wa-senyawa tersebut bersifat toksik, yang dapat mematikan serangga hama tertentu. Namun, untuk menentukan batas aman bagi organisme akuatik bukan sasaran perlu dilakukan pengujian dengan bioassay, untuk menguji toksisitas bahan kimia toksik (alkaloid) yang terdapat di dalam daun sirsak, atau untuk mengukur timgkat bahaya kontaminan bahan  kimia yang terdapat di dalam ekstrak daun sirsak terha-dap organisme akuatik (Harsoyo Purnomo dan Afri Utami, 2012). Kandungan daun sirsak mengandung senyawa acetoginin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewan sebagai anti feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya (Septerina, 2002) dalam Rachmawati Nurjannah, 2012. Acetogenin adalah senyawa polyketides dengan struktur 30–32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone. Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktifitas sitotoksik, dan derivat acetogenin yang berfungsi sitotoksik adalah asimicin, bulatacin, dan squamocin (Shidiqi dkk.,2008) dalam Rachmawati Nurjannah, 2012).

Wednesday, February 26, 2020

PENGENDALIAN SITOPHILUS ZEAMAIS DENGAN PESTISIDA NABATI


Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros


PENDAHULUAN

Kumbang bubuk (S. zeamais M) merupakan hama gudang utama di Indonesia. Serangga ini dapat menyerang biji jagung sejak dipertanaman hingga di penyimpanan dalam gudang. Populasi hama meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan. Daya simpan dan mutu jagung selama di penyimpanan sangat dipengaruhi oleh kondisi awal biji sebelum disimpan (kadar air, persentase biji rusak atau pecah) dan ruang penyimpanan. Populasi S. zeamais perlu dikendalikan, karena selain mengakibatkan kerusakan biji dan susut bobot juga menyebabkan kadar air meningkat dapat juga menurunkan sebagai hasil respirasi (Surtikanti, 2004) dalam Hasna dan Usamah Hanif, 2012.

Monday, January 27, 2020

 HAMA SITOPHILUS ZEAMAIS PADA BIJI JAGUNG

Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

PENDAHULUAN
Menurut Hasan Basri dkk (2012) Sitophilus pertama kali dikenal pada tahun 1763 di Suriname dan diperkenalkan oleh Linnaeus dengan nama Curculio oryzae. Kemudian namanya diperbaharui menjadi Calandra oryzae dan terakhir diubah menjadi Sitophilus oryzae. Pada tahun 1885 ditemukan Sitophilus zeamais Motschulsky. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kedua Sitophilus tersebut merupakan dua spesies yang berbeda, tetapi peneliti yang lainnya menyatakan bahwa keduanya merupakan variasi dari spesies yang sama. Karena kemiripan dan hidupnya yang bersama-sama, dahulu hanya disebut sebagai Sitophilus oryzae. Secara umum S. oryzae lebih kecil daripada S. zeamais.  Keduanya tidak dapat dibedakan baik dari morfologi luar dan ukuran tubuh maupun kesukaan makanannya dilakukan dengan pemeriksaan genitalia (alat kelamin) yaitu aedeagi pada jantan dan sklerit Y pada betina. Serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk moncong atau rostrum. Dilihat dari permukaan dorsal, moncong jantan lebih besar, berbintik-bintik kasar dan kusam. Moncong serangga betina mulus, berbintik–bintik melebar dan licin. Jika moncong dilihat dari atas, pada jantan lebih pendek dan lebar, pada betina lebih panjang dan sempit. Dilihat dari samping moncong betina lebih panjang, kecil dan agak melengkung ke bawah.

Monday, January 20, 2020

Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat Pada Kedelai


Muhammad Arifin1 dan Wedanimbi Tengkano2

1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi 
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor
2 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang


ABSTRACT.  Economic Injury Level for The Bean Bug, Riptortus linearis (L.) on Soybean. Decision-making of pest control based on the economic injury level (ElL) was a judicious step to suppress a high risk of the expensive production cost and environmental disturbance. This experiment was conducted to determine the EIL value for the bean bug as a criterion for decision making of pest control using insecticides. The EIL value was determined by the break-even point principle of the pest control, i.e., a balance between the yield loss due to pest control action and cost of the pest control. The results indicated that soybean yield losses due to the bean bug at different bean bug stadia and plant growth stages could be expressed in a linier regression model: y = - 0.007 + 1.746 x (y= yield loss (%); x= bean bug population (bugs/10 hills). At a population range of 0 to 8 bean bugs/10 hills, the higher the population, the higher the yield loss. The EIL value for the bean bug at different bean bug stadia and plant growth stages were expressed in a multiple regression equation: y = 2.328 + 0.008 x1 - 0.717 x2 [y= the EIL value (bugs/10 hills); x1= cost of the
pest control (x Rp 1,000/ha); x2= soybean price (x Rp 1,000/kg). If the cost to control the pest at different plant growth stages was Rp 240,000/ha and the soybean price was Rp 3,000/kg, then the EIL value for the bean bug was 2.1 bugs/10 hills.
Keywords: Bean bug, soybean, economic injury level

Thursday, January 16, 2020

4th International Symposium on Insects (ISoI2020)


The Entomological Society of Malaysia (ENTOMA) is pleased to invite you to participate in the 4th International Symposium on Insects (ISoI2020) that will be held in Penang, Malaysia.  This symposium offers events for 2 days consisting of poster and paper presentation from 23rd -24th March 2020, and post trip on 25th March 2020.  In  line  with  the  theme  “Entomology Beyond 2020”, the conference provides a broad-based platform for delegated to interact,  highlighting  the  knowledge  and  achievement  in worldwide insect studies and unveiling the potential of these creepy crawlers which ultimately benefiting  the  mankind in  term of  economic  stability  via  sustainable  production  and  enhancement of livelihood. Additionally, the full article will be requested from selected papers which will be published in Serangga, a peer-reviewed journal, indexed in ISI Thomson Reuters-ESCI, Scopus, Zoological Record-Web of Science and CABI abstract.