Wednesday, December 27, 2017

MAKLUMAT PENERBITAN BUKU-III



Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  perkembangan  yakni  : faktor  internal  (kemamapuan berkembang  biak, perbandingan  jenis  kelamain,  sifat  mempertahankan  diri, siklus  hidup  dan  umur  imago),  dan  faktor  eksternal  atau disebut juga kondisi ekologi  lingkungan  dimana serangga berkembang  biak  seperti  (suhu/kisaran  suhu, kelembaban/hujan,  cahaya,  warna,  bau,  angin,  faktor makanan dan faktor hayati) penting untuk diketahui. Pemanfaatan  informasi  biologi  dan  ekologi  dari serangga  tidak lain ditujukan dalam  rangka memudahkan para  penentu  kebijakan  menyusun  strategi  pengendalian. Sebagai contoh, hasil riset menunjukkan bahwa umumnya serangga  sangat  tertarik  dengan  paparan  cahaya,  maka sifat  ini  dapat  digunakan  untuk  membasmi  serangga dengan  menggunakan  jebakan  cahaya  (light  trap).  Pada level  petani,  cara  ini  sudah  umum  digunakan  khususnya pada  kelompok  petani  padi.  Pada  hama  kumbang  bubuk, sifat  serangga  dewasa  dari  serangga  ini  senantiasa menggerek  biji  dan  tinggal  dalam  biji  untuk  makan  dan bertelur,  larva-larva  yang  menetas  akan  menggerek  biji dari dalam biji. Pada kondisi seperti ini, penggunaan racun kontak  untuk  membasmi  hama  ini  dipastikan  hasilnya tidak optimal karna sulitnya cairan semprotan  berpenetrasi ke lubang gerekan yang ukurannya sangat kecil, solusinya adalah digunakan racun nafas, yakni dengan fogging  atau fumigasi. 

Buku  ini  kami  tulis  dimaksudkan  untuk  memberi masukan  kepada  para  periset  dan  akademisi tentang sekilas  informasi  mengenai  atribut  biologi  dan  kondisi ekologi  dari  hama  kumbang bubuk  Sitophilus  zeamais Motsch.  Diharapkan  buku  ini  dapat  menjadi  rujukan  dan acuan  bagi  peneliti,  akademisi  dan  praktisi  pertanian dalam menentukan kebijakan pengendalian.

Tuesday, September 26, 2017

PERKEMBANGAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT NILAPARVATA LUGENS STAL DAN PREDATORNYA PADA BERBAGAI TEKNIK BUDIDAYA PADI

Arifin, M., I.B.G. Suryawan, B.H. Priyanto, dan A. Alwi. 1997. Perkembangan populasi wereng batang coklat Nilaparvata lugens Stal dan predatornya pada berbagai teknik budidaya padi. Jurnal Penelitian Pertanian, Fakultas Pertanian UISU. 16(1): 24-32.

Muhammad Arifin1, Ida Bagus Gde Suryawan2,
Budi Hari Priyanto3, dan Asnimar Alwi4

1 Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor,
2 Instalasi Pengkajian Teknologi Pertanian Denpasar,
3 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor,
4 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor


Abstract

Development of Brown Planthopper, Nilaparvata lugens Stal Population and Its Predators at Different Cultural Techniques of Rice Production.  An experiment was conducted in irrigated rice field with a rice-rice cropping pattern in Pemalang district 1995/1996 planting season. The objective was to select a cultural technique that could stabilize brown planthopper (BPH) population. The experiment used a sub-sample design with a two-stage sampling method and a visual observation method of insect population. There were four treatment combinations of planting time (simultaneous and unsimultaneous) and insecticide (with and without insecticide application). Results indicated that during the planting season, the BPH population was relatively stable and fluctuated at a low level, i.e 3.1 - 10.5 hoppers/15 hills, and the predator population fluctuated at a high level, i.e. 9.8 - 23.1 predators/15 hills). At unsimultaneous planting time and without insecticide application, BPH and predator population were higher than those at simultaneous planting time and with insecticide application. At unsimultaneous planting time, the BPH population just before harvest was significantly increased. Therefore, it was suspected that the population would explode in the next planting season. It was concluded that the cultural technique with a combination of simultaneous planting time and without insecticide application was suitable to be applied at the time and location or the experiment. The insecticide application, especially at an unsimultaneous planting time, decreased farmer income and gave opportunity to BPH to explode.
Keywords:  Cultural technique, rice, predator, brown planthopper.

Makalah lengkap dapat dibaca disini


Wednesday, July 5, 2017

Maklumat Penerbitan Buku-II




PESTISIDA NABATI UNTUK HAMA KUMBANG BUBUK (Mujahid Press 2017)`

Walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan yang potensial sebagai pestisida nabati diperkirakan mencapai jumlah 400.000 jenis. Selanjutnya diperkirakan ada sekitar 1800 jenis tanaman yang potensial dapat digunakan untuk pengendalian hama (pestisida nabati), di Indonesia saja, jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati tersebar dalam 235 famili tanaman dengan total tanaman teridentifikasi sebanyak 2400 jenis.

Maklumat Penerbitan Buku I


STRATEGI PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN HAMA KUMBANG BUBUK (Sitophilus zeamais Motsch) (Coleoptera: Curculionidae) PADA TANAMAN JAGUNG MENUNJANG STABILITAS PRODUKSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN NAIONAL (AARD Press 2016).

Hama kumbang bubuk (Sitophilus zeamais Motsch) adalah hama gudang pada tanaman jagung yang dapat menyerang biji jagung sejak di pertanaman khususnya pada tanaman jagung yang mempunyai penutupan klobot yang tidak sempurna hingga pada saat biji jagung berada pada periode penyimpanan. Populasi hama ini dapat meningkat seiiring dengan lamanya penyimpanan. Kerusakan yang ditimbulkan sangat besar, data referensi menunjukkan bahwa tingkat kerusakan rata-rata yang diakibatkan oleh serangan hama ini dapat mencapai angka 30%. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa kajian penelitian dalam rangka penanganan dan pengelolaan hama ini ditampilkan dalam bentuk sitasi dan kutipan yang dimaksudkan untuk memberi informasi dan perbandingan tentang mekanisme kajian riset yang telah ada sebelumnya. 

Sunday, March 5, 2017

PEMBIAKAN DENGAN MAKANAN BUATAN DAN PATOGENISITAS NPV TERHADAP Leucania Separata WALKER

Arifin, M. 1983. Pembiakan dengan makanan buatan dan patogenisitas NPV terhadap Leucania separata Walker. Kongres Nasional Biologi VI. Surabaya, 17-19 Juli 1983. Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI). 12 p.

Muhammad Arifin
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor


ABSTRAK

Penelitian pembiakan dengan makanan buatan untuk penyediaan serangga inang dan patogenisitas NPV (nuclear-polyhedrosis virus) terhadap Leucania separata telah dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Makanan buatan untuk pembiakan ulat L. separata diuji dengan membandingkan beberapa sifat biologi ulat tersebut pada beberapa tanaman inangnya. Patogenisitas NPV diuji pada berbagai umur ulat L. separata.
Ulat L. separata dapat dibiakkan dengan makanan buatan. Sifat biologinya sama dengan ulat yang dibiakkan dengan tanaman inangnya. Ulat instar 1 sampai 3 lebih rentan terhadap NPV daripada ulat instar 4 dan 5. Ulat instar 5 menunjukkan ketahanan 100 kali lebih besar daripada ulat instar 1.


Tuesday, February 28, 2017

Tanaman Rempah  Sebagai Pestisida Nabati Untuk Penanggulangan Hama Kumbang Bubuk Tanaman Jagung

Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong

Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Abstrak
Sumber daya alam plasma nutfah tanaman rempah Indonesia sangat banyak dan beragam yang tumbuh di hampir seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi pada kondisi agroekologi dan agroekosistem yang cukup beragam, mulai dari wilayah yang beriklim kering sampai yang beriklim basah. Pada umumnya pemanfaatan tanaman ini oleh masyarakat  masih terbatas sebagai bahan rempah dan bumbu untuk kuliner, penyedap masakan dan penyedap cita rasa, pada hal potensi senyawa bioaktif yang dikandungnya sangat berguna dan manjur dibuat pestisida nabati untuk membasmi hama dan penyakit tanaman, serta bahan obat kesehatan manusia. Tulisan ini membahas manfaat dan kemanjuran dari beberapa tanaman rempah yakni tanaman sereh, bawang merah, bawang putih, lombok merah, cengkeh, kencur, dan lada sebagai pestsisida nabati dalam berbagai tingkat dosis dan ragam perlakuan. Juga dibahas mengenai kendala dan strategi pengembangannya untuk memberi informasi ilmu dan teknologi  penanggulangan hama kumbang bubuk Sitophius zeamais Motsch pada biji jagung dipenyimpanan. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi penentu kebijakan, akademisi, peneliti dan praktisi yang punya kompetensi menangani masalah hama kumbang.
Kata kunci: tanaman rempah, hama kumbang bubuk, periode penyimpanan

Monday, February 27, 2017

Efektivitas Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. sebagai Agen Biokontrol Hayati Penyakit Busuk Pelepah Daun pada Jagung

Soenartiningsih, Nurasiah Djaenuddin, dan M. Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia
Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros, Sulawesi Selatan
Email: soenartiningsih@yahoo.com

Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 
Vol 33, No 2 (2014): Agustus 2014



ABSTRACT. 
Efficacy of Trichoderma sp. and Gliocladium sp. to Control Sheath Blight Disease (Rhizoctonia solani) on Maize. Sheath blight is an important disease in corn. The disease could cause significant yield loss when infection occurs on susceptible varieties. Disease control using the microorganism antagonist is an alternative for disease management. Research was carried out in a laboratory, greenhouse and field from 2010 to 2012. The research objective was to compare several biological agents for controlling sheath blight disease on corn. In vitro laboratory tests identified that out of sixteen isolates of microorganisms, only 3 isolates which had the potency to suppress the pathogen of sheath blight over 50%, namely TT1; TM; and GM. Conidia development among the three isolates of microorganism the highest was by TT1. In the greenhouse, three isolates of microorganisms showed potential of decreasing sheath blight disease up to 70%. The Gliocladium isolates decreases the disease by 53%. Research results from the field indicated the antagonist had decreased sheath blight disease by 67%. Isolates of Trichoderma and Gliocladium fungus could reduce the yield loss by 23% by suppressing the infection of sheath blight disease.

Keywords: Maize, Trichoderma, Gliocladium, antagonist, sheath
blight disease.

The Use of SlNPV as A Biological Agent to Control Cutworm on Soybean

Arifin, M. 1999. The use of SlNPV as a biological agent to control cutworm on soybean. Seminar on Pest Surveillance and Forcasting. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan. Bogor, 31 Januari 1999. 11 p.

Muhammad Arifin
Research Institute for Food Crops Biotechnology, Bogor


INTRODUCTION

Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus (SlNPV) (Borrelinavirus litura) is one of the insect pathogens infecting cutworm (Spodoptera litura) on soybean. This virus was first discovered in cutworm larvae in Central Lampung (Arifin and Waskito, 1986). Since 1985, experiments on the use of SlNPV to control cutworm were carried out at the now defunct, Bogor Research Institute for Food Crops.
Numerous experiments reported that SlNPV have high biotic potency (Arifin, 1993). As a biological agent, SlNPV is compatible with the integrated pest management (IPM) concept because: (a) its host-specificity only to the soybean cutworm and some other noctuids species, (b) it does not affect predators and parasitoids, and does not upset non-target host, human body, and environment, (c) it may alleviate insecticide resistant problem, and (d) it is compatible with most other control methods (Maddox, 1975; Starnes et al., 1993). There are several major reasons whySlNPV is suitable for a biological agent to control cutworm: (a) cutworms is a major pest attacking various kinds of vegetable and food crops, (b) considerable amount of broadspectrum, toxic, synthetic insecticides are used against cutworm, and (c) many cutworms are resistant to most major insecticides group. Efforts to develop SlNPV as a biological control agent can be conducted in three steps: (a) production of SlNPV, (b) solve the constraints affecting the effectiveness ofSlNPV, and (c) optimizing application techniques of SlNPV.
The purpose of this paper is to provide information on biological properties, production, and application techniques of SlNPV as a guidance in the control of cutworm on soybean.

Thursday, February 16, 2017

Pemanfaatan Musuh Alami dalam Pengendalian Hama Utama Tanaman Teh, Kopi, dan Kelapa

Arifin, M. 1999. Pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hama utama tanaman teh, kopi, dan kelapa. Seminar Pemasyarakatan PHT Tanaman Perkebunan. Dinas Perkebunan Kabupaten Bogor, 4-5 Agustus 1999. 19 p.


Muhammad Arifin
Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan


PENDAHULUAN
Pada tanaman perkebunan sering dijumpai berbagai jenis serangga. Tidak semua jenis serangga tersebut berstatus hama. Beberapa jenis di antaranya justru merupakan serangga berguna, misalnya penyerbuk dan musuh alami (parasitoid dan predatcr). Ada juga jenis serangga berstatus tidak jelas karena hanya berasosiasi saja di pertanaman.
Ada ratusan jenis serangga berstatus hama pada tanaman perkebunan. Kehadiran serangga tersebut tidak selalu merugikan, sehingga tidak diperlukan pengendalian. Meskipun demikian, pertumbuhan populasinya harus diwaspadai agar tidak terjadi lonjakan yang mengarah ke eksplosi. Tidak terjadinya gangguan hama pada pertanaman karena populasinya terkendali secara alami, baik oleh faktor abiotis, misalnya iklim yang tidak mendukung, maupun oleh faktor biotis, misalnya tidak tersedianya sumber pakan dan berlimpahnya populasi musuh alami.
Di antara serangga-serangga hama, ada yang dikelompokkan sebagai hama utama karena memiliki potensi biotik (daya reproduksi, daya makan atau daya rusak, dan daya adaptasi) yang tinggi. Hama tersebut selalu mengakibatkan kehilangan hasil panen yang relatif tinggi sepanjang tahun, bahkan sering dilaporkan mengalami eksplosi, apabila kondisi lingkungan mendukung. Untuk mengendalikannya, petani pada umumnya menggunakan pestisida (kimiawi) yang diaplikasikan secara terjadual dengan frekuensi tinggi, tanpa memperhatikan keadaan populasi di lapang. Penggunaan insektisida menjadi berlebihan sehingga seringkali tidak mengenai sasaran, bahkan dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap pendapatan petani, maupun lingkungan, seperti musnahnya serangga berguna dan munculnya gejala resurgensi dan resistensi hama. Cara tersebut dilakukan karena belum tersedia cara pengendalian lain yang efektif dan tidak berdampak negatif di tingkat petani.