Tuesday, November 19, 2019


INFESTASI  HAMA GUDANG DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

PENDAHULUAN
Faktor fisika dan kimia dari suatu varietas/galur sorgum sangat berpengaruh terhadap tingkat serangan. Faktor yang dominan adalah bulu, tingkat kekerasan kulit dan tinggi rendahnya tingkat kandungan senyawa tanin. Varietas yang mempunyai bulu yang keras dengan kandungan tanin yang tinggi, tingkat serangan hama biasanya rendah. Pada biji dengan kandungan tanin rendah bila kondisi kulitnya lunak maka serangan hama akan tinggi (Nonci et al.,1997). Ini berarti bahwa tekstur fisika lebih dominan sebagai faktor ketahanan struktural dalam suatu biji dari pada komposisi kimianya. Keterkaitan antara faktor fisika dan kimia yang menyusun bukan saja berpengaruh terhadap tingkat kekerasan dan kelunakan kulit suatu biji sorgum, bahkan berpengaruh terhadap performansi warnanya.


Hasil pengamatan Mudjisihono dan Darmadjati (1987) dan Suarni et al., (1996) bahwa sorgum yang mempunyai kandungan tanin yang tinggi, warnanya lebih gelap (berwarna coklat tua kemerah-merahan) dibanding yang berkadar tanin rendah yang berwarna coklat muda atau coklat krem. Sedangkan warna itu sendiri berpengaruh terhadap preferensi suatu serangga dalam mengakses sumber makanan (Harris and Miller, 1983; Vernon and Bartel, 1985). Fenomena ini membuktikan bahwa terdapat keterkaitan  yang erat sekali antara kadar suatu unsur kimia yang terkandung dalam biji dengan performansi tekstur fisika suatu biji, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap preferensi serangga. Preferensi juga secara umum disamping terkait unsur warna suatu biji, dan faktor fisiko kimia lain seperti kekerasan bulu  ada tidaknya bulu, ukuran biji dan kadar air biji (Weston Hoffman, 1991; 1992). Kondisi fisikokimia suatu biji akan menentukan suatu makanan termasuk kategori prefered food atau non prefered food.

INTERAKSI SERANGGA  DAN LINGKUNGAN
Ekologi Serangga Hama
Telah banyak usaha-usaha para ahli untuk melihat lebih jauh tata cara atau upaya untuk mendapat cara yang mantap atau sebaik mungkin guna dapat mengendalikan dan mengatasi gangguan hama baik pada kondisi tanaman masih berada di lapangan maupun pada saat pasca panen (periode penyimpanan). Keberhasilan para ahli dalam kegiatan dan usaha ini harus ditunjang oleh pengetahuan tentang urgensinya memahami ekologi suatu serangga hama.

Ekologi hama adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara faktor luar lingkungan dengan hama serangga itu sendiri yang menentukan perkembangan maupun kemunduran dari populasi suatu hama. Faktor-faktor tersebut umumnya hama gudang yang dibagi atas; a) faktor makanan (kualitas, kadar air), b) faktor iklim (temperatur, kelembaban, cahaya, aerasi), c) keadaan musuh alamii (predator, parasit, patogen), d) faktor kegiatan manusia. Faktor-faktor tersebut di atas dapat mempengaruhi kehidupan hama tanaman dan produk pertanian dalam penyimpanan, baik secara sendiri maupun secara bersama. Makanan sangat berpengaruh dalam meningkatkan populasi hama. Iklim sangat berpengaruh baik terhadap serangga hama maupun musuh alaminya. Keberadaan musuh alamii yang seimbang dengan serangga hama dapat menekan musuh serangga hama, sebaliknya bila jumlah populasinya kecil maka peranannya juga semakin kecil. Faktor kegiatan manusia dalam mengeksploitasi alami atau menekan serangga hama justru dapat menimbulkan masalah baru dengan munculnya hama. Kasus-kasus seperti resistensi dan resurgensi suatu hama merupakan contoh konkrit dari faktor ini diakibatkan oleh kegiatan manusia.

Peranan Faktor Makanan
Pada hama-hama tanaman pangan, dan produk pertanian dalam penyimpanan, makanan sangat diperlukan untuk menopang tingkat hidup yang aktif, terutama pada proses peneluran dan stadium larva. Stadium imago porsinya menjadi kecil karena periode kehidupannya menjadi relatif pendek apabila hama-hama tersebut telah meletakkan telur. Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya atau dalam proses perkembangbiakan keturunannya. Sebagai contoh, kandungan protein, lemak dan P yang tinggi pada komoditas sorgum dibanding beras dan jagung, ternyata sorgum lebih cocok untuk perkembangbiakan serangga  Sitophilus sp (Yayuk et.al., 1990). Fenomena tersebut memberikan indikasi bahwa kualitas makanan suatu bahan mempunyai arti yang penting dalam kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan serangga yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkatan serangan yang dilakukannya (kualitas dan kuantitas serangan).

Kualitas Makanan

Kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama. Pada kondisi makanan yang baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan gizi jelek dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga (Andrewartha dan Birch, 1954). Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut a) kurangnya kandungan unsur yang diperlukan serangga, b) rendahnya kadar air bahan, c) permukaan terlalu keras, bentuk material bahan yang kurang disenangi, misalnya beras lebih disenangi dari pada gabah.

Kadar Air Bahan

Kondisi kadar air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas kerusakan yang sangat mudah. Hasil penelitian Kalshoven (1981) disimpulkan bahwa perkembangan populasi kumbang bubuk sangat cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%, sebaliknya bila kadar air bahan diturunkan maka mortalitas serangga besar sehingga perkembangan populasi terhambat. John (1991) mencatat bahwa tingkat mortalitas Sitophilus zeamais Motsch mencapai 75% pada kadar air 9,7%, sedang Mas`ud et al.  (1996)  mencatat kadar air 6,8% dan 10% dapat menghambat laju perkembangan populasi Sitophilus zeamais Motsch.

Peranan Faktor Iklim
Perkembangbiakan hama umumnya sangat bergantung pada kondisi iklim mikro (iklim sekitar). Pada kasus hama gudang, yang dimaksud iklim mikro adalah kondisi iklim ruang simpan. Unsur-unsur iklim yang sangat berpengaruh pada hama gudang adalah temperatur, kelembaban, kadar air bahan, cahaya dan aerasi (Husain, 1982; Cho et.al., 1988).

Temperatur. Hama kumbang bubuk Sitophilus sp memerlukan temperatur optimum antara 250C – 300C untuk perkembangan. Temperatur sangat berpengaruh dalam siklus hidup dari fase telur sampai dewasa. Hasil penelitian Yos Sutyoso (1964: dalam Kartasapoetra,  1991) diperoleh hasil bahwa pada temperatur 180C dengan (RH 70%) siklus hidupnya 91 hari, pada temperatur 180C (RH 80%) 70 hari, pada temperatur 210C (RH 70%) 42 hari, pada temperatur 210C (RH 80%) 37 hari (Tabel 1).

Kelembaban. Seperti halnya temperatur serangga hama Sitophilus sp memerlukan kondisi lembab optimum untuk menopang perkembangbiakannya. Kelembaban optimum untuk serangga hama Sitophilus sp adalah sekitar 75%. Lebih jauh hasil penelitian Yos Sutyoso tersebut disimpulkan bahwa siklus hidup sangat dipengaruhi oleh temperature dan kelembaban. Pada perlakuan temperatur tetap (210C) dengan perbedaan kelembaban, maka siklus hidupnya adalah masing-masing 59 hari pada RH 50%, 52 hari RH 60%, 42 hari pada RH 70% dan 37 hari pada RH 80%

Intensitas Cahaya. Cahaya pada kondisi gelap dan terang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serangga dalam memilih makanan, dan reproduksi (kopulasi dan peneluran) (Weston and Hoffman, 1991; Weston and Hoffman, 1992).

Percobaan pendahuluan pengaruh cahaya(kondisi gelap dan terang) terhadap preferensi serangga dalam memilih makanan yang dilakukan oleh Sudjak Saenong et al (1996) disimpulkan bahwa pada pengamatan kondisi terang, preferensi tertinggi pada pengamatan 24 jam setelah infeksi dicatat pada jagung kuning 16.75%, terendah pada varietas lokal selayar (sorgum) yakni 3.25%. Pada pengamatan 48 jam, preferensi tertinggi tercatat pada jagung kuning dan putih, trend menurun tercatat pada varietas IS3552 untuk sorgum masing-masing 13%, terendah pada varietas selayar 1.50% dan Upcasi 4.30%. Pada pengamatan 48 jam, preferensi tertinggi tercatat pada jagung putih 25.50%, ICSH91222 dan IS3552 masing-masing 13.75% dan 13%, terendah pada varietas lokal selayar 1.75%, sedang pada 72 jam, preferensi tertinggi tercatat pada jagung putih dan kuning masing-masing 22.75%, terendah lokal selayar 2.25 %.

Peredaran Udara. Faktor peredaran udara dalam ruangan penyimpanan sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar air bahan. Udara yang rendah dengan aerasi yang kurang akan mendukung perkembangan serangga hama dan meningkatkan kadar air bahan yang berakibat lunaknya kulit dari biji bahan yang disimpan. Dengan demikian serangga hama khususnya Sitophilus sp akan mudah menggerek bahan simpan yang kadar airnya tinggi (Mas`ud et al., 1997; Kalshoven, 1981). Pada percobaan Barley (1959) dalam Kartasapoetra (1991) perihal kebutuhan 02 oleh hama bubuk Sitophilus sp dalam gudang disimpulkan bahwa apabila kadar CO2 > 40% atau O2 > 2%, hama tersebut dalam semua tingkatan stadianya akan mati. Apabila kadar CO2 diudara pada kondisi biasa, sedangkan kadar O2 hanya 4% pada temperatur 290C maka yang mati hanya serangga dewasanya saja, sebaliknya bila CO2 5% dan O2 pada kondisi biasa, kematian serangga baru terjadi setelah 3 minggu. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa teknologi aerasi udara sangat berpengaruh dalam menyumbang informasi tentang cara-cara pengelolaan hama dan sekaligus bahan yang disimpan.

Faktor Musuh Alami
Seperti halnya tanaman lain, hama produksi pertanian dalam penyimpanan juga mempunyai faktor musuh alamii yang terdiri atas predator, parasit dan patogen. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa apabila keseimbangan antara serangga hama dan musuh alamii sepadan, maka tidak akan terjadi peletupan. Pada kasus hama gudang teori ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan mengingat infestasi bahan simpan biasanya paling banyak terjadi pada stadium larva yang mana akan sulit bagi serangga predator untuk melakukan searching terhadap serangga target. Musuh alami untuk hama gudang yang berbentuk predator misalnya cecak dan tokek yang memangsa serangga dewasa dalam gudang, juga kumbang Necrobia rufifes dan larva Omphrate fenestralis dan Omphrate glabrifrons. Musuh alamii yang berbentuk parasit misalnya Pronops nosuta, yang memarasit hama larva bubuk, Exidechtinis conescens yang memarasit hama gudang ordo Coleoptera, sedangkan organisme patogen yang menjadi musuh alamii hama gudang umumnya adalah kelompok cendawan khususnya yang menyerang ordo Celeoptera.

DAFTAR PUSTAKA
Andrewartha, H.G., and L.C. Birch. 1954. The Distribution and Abundance of Animals. The University of Chicago Press. Chicago.
Borror, D.J., D.M.De Long and C.A. Triplehorn. 1981. An Introduction to the Study of Insect.Saunders Collage Publishing.p.356-549.
Cho,K.J., Ryoo, and S.Y. Kim. 1988. Life table statistic of rice weevil (Coleoptera:Curculionodae) in relation to the presence of rough, brown and polished rice.Korean.Entomol. 18: 1-16
Hamdani, M., S. Singgih, dan M. Yasin. HG. 1996.Penampilan beberapa galur/varietas sorgum. Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serelia Lain.Tgl.19 Januari 1996.
Harris, M.O and J.R. Miller. 1983. Color stimuli and oviposition behavior of onion fly Delia antiqua (Meigen) (Diptera:Anthomyiidae). Ann.Entomol.Am.76: 766-771
Husain, I. 1982. The susceptibility of milled rice and rough rice attack by Sitophilus oryzae (Lin) and Sitophilus zeamais (Motsch). Bogor Indonesia.Biotrop.
John,P., Sed Lack, Robert, J., Bryan, D. Price, and Maya Siddiqui. 1991. Effect of several management tactics of adult mortality and progeny production of Sitophilus zeamais (Coleptera:Curculionidae) on stored corn in the laboratory. Journal of Econ Entomol.84(3): 1042-1046.
Kalshoven, L.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Rivised and translated by P.A. Vander Laan with Assistance of G.L.H. Rothsid. PT. Ikhtiar Baru- Van Hoeven. Jakarta.
Kartaspoetra., A.G. 1991. Hama Hasil Tanaman dalam Gudang. PT. Prince Cipta. Jakarta.
Margot J.G. and J.T. Trumble. 1985. Response of Spodoptera Exigua (Lepidoptera:Noctuide) Larvae to light.Environ.Entomol.14: 65-653
Mas`ud.S., M. Yasin., D. Baco., S. Saenong. 1996. Pengaruh kadar air awal biji sorgum terhadap perkembangan kumbang bubuk Sitophilus zeamais. Hasil-Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman tahun 1995/1996.Badan Litbang Pertanian, Balitjas Maros.p.35-44.
Mudjisihono, R. dan D.S. Darmadjati. 1987. Prospek kegunaan Sorgum sebagai sumber pangan dan pakan.Journal Penelitian Pengembangan Pertanian.vol. VI(I)hal. 1-5
Nonci,N., S. Singgih, dan A. Muis. 1997. Tingkat kerusakan biji sorgum oleh hama kumbang bubuk gudang.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.Pusat Penelitian Tanaman Pangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.vol 15(2):28-33
Ryoo. M.I and H.W. Cho. 1992. Feeding and oviposition prefence and demography of rice weevil (coleoptera:curculionidae) reared on mixtures of brown, polished and rough rice. Environ. Entomol. 21:549-555
Santhoy, Q. and M. Rejesus. 1973. The developmental rate, body weight and reproductive capacity of Sitophilus zeamais Motsch reared on the natural hosts. Philippine Ento.2:311-321
Suarni dan S. Singgih. 1996. Evaluasi karakter biji sorgum.Seminar  Mingguan Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Tgl. 23 November 1996.
Sudjak Saenong. M., Muslimah Hamdani dan Masnawati. 1996. Pengaruh perbedaan warna sumber makanan pada kondisi terang dan kedap cahaya terhadap preferensi serangga Sitophilus sp jantan dan betina. Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan X, PEI, PFI dan HPTI Komda Sul-Sel. Maros 10 Januari 1996. p.76-84.
Teetes, G.L., K.V.S. Reddy, K. Leuschener and L.R. House. 1983. Sorgum Insect Identification Hand Book.Information Bulletin no.12. ICRISAT
Tenrirawe., D. Baco, dan W. Akib. 1997. Uji ketahanan varietas/galur sorgum terhadap hama gudang. Hasil Penelitian Hama/Penyakit 1996/1997
Van der Laan, P.A. 1981. Pest of Crops in Indonesia.Revised from The plagen van de Cultur gewessen in Indonesia by L.G.G. Kalshoven. PT. Icthiar Bon Van Hoeve, Jakarta. p.197-201;3870437.
Vernon. R.S. and D.L. Bartel. 1985. Effect of hue, saturation and intensity on color selection by the onion fly Delia antiqua (Meigen) (Diptera:Anthomyidae). Environ. Entomol.14:210-216
Wafiah,A., M.Yasin Said, dan D.Baco. 1997. Inventarisasi serangga hama gudang sorgum di Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit 1996/1997.hal.57-68
Weston, P.A and S.A. Hoffman. 1991. Humadity and tactile Responces oif Sitophilus sp (coleoptera:curculonidae).  Environ. Entomol. 20:1433-1437.
---------------------------------------------------. 1992. Influence of Starvation, Dehydration and Humadity Differential on Humadity Responces of Sitophilus sp (coleoptera:curculonidae).Environ. Entomol. 21:1345-1350.
Wright, A.F. 1993. Animal Feeds: Combuning the Best of Both Worlds. World Agriculture, 1993.Tarling Publishing Group PLC.Hongkong
Yayuk, A.B.,  A. Ispandi dan Sudayono. 1990. Sorgum Monograf. Bulletin Malang no.5 Balittan Malang.