Tuesday, February 28, 2017

Tanaman Rempah  Sebagai Pestisida Nabati Untuk Penanggulangan Hama Kumbang Bubuk Tanaman Jagung

Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong

Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Abstrak
Sumber daya alam plasma nutfah tanaman rempah Indonesia sangat banyak dan beragam yang tumbuh di hampir seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi pada kondisi agroekologi dan agroekosistem yang cukup beragam, mulai dari wilayah yang beriklim kering sampai yang beriklim basah. Pada umumnya pemanfaatan tanaman ini oleh masyarakat  masih terbatas sebagai bahan rempah dan bumbu untuk kuliner, penyedap masakan dan penyedap cita rasa, pada hal potensi senyawa bioaktif yang dikandungnya sangat berguna dan manjur dibuat pestisida nabati untuk membasmi hama dan penyakit tanaman, serta bahan obat kesehatan manusia. Tulisan ini membahas manfaat dan kemanjuran dari beberapa tanaman rempah yakni tanaman sereh, bawang merah, bawang putih, lombok merah, cengkeh, kencur, dan lada sebagai pestsisida nabati dalam berbagai tingkat dosis dan ragam perlakuan. Juga dibahas mengenai kendala dan strategi pengembangannya untuk memberi informasi ilmu dan teknologi  penanggulangan hama kumbang bubuk Sitophius zeamais Motsch pada biji jagung dipenyimpanan. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi penentu kebijakan, akademisi, peneliti dan praktisi yang punya kompetensi menangani masalah hama kumbang.
Kata kunci: tanaman rempah, hama kumbang bubuk, periode penyimpanan


Pendahuluan
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1995, BAB II pasal 19 dengan tegas menyatakan bahwa, dalam rangka pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penggunaan insektisida sintetis seyogianya dipilih sebagai alternatif terakhir, demikian pula dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan senyawa kimiawi sintetis tersebut, dan harus dipikir sedini mungkin agar dapat ditekan seminimal mungkin (Anonim 2016a), oleh sebab itu kebijakan pemanfaatan bahan nabati ramah lingkungan merupakan pilihan yang tepat untuk membangun pertanian masa depan.
Potensi dan sumber daya alam plasma nutfah tanaman rempah indonesia yang dimanfaatkan sebagai pestisida nabati sangat banyak dan beragam, serta tumbuh di hampir diseluruh wilayah nasantara. Tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi pada kondisi agroekologi serta agroekosistem yang cukup beragam, mulai dari wilayah beriklim kering sampai beriklim basah. Pada umumnya pemanfaatan tanaman ini oleh masyarakat masih terbatas sebagai bahan rempah dan bumbu dari berbagai jenis kuliner, penyedap masakan dan penyedap cita rasa. Padahal potensi senyawa bioaktif yang dikandungnya sangat bermanfaat dan manjur untuk digunakan membasmi hama dan penyakit tanaman, bahkan sebagai bahan obat untuk dunia kesehatan (Saenong dan Arrachman 2016).
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Dewasa ini penelitian tentang famili tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida botani dari penjuru dunia telah banyak dilakukan. Dilaporkan bahwa lebih dari 1500 jenis tumbuhan dapat berpengaruh buruk terhadap serangga (Kardinan dan Ruhnayat 2003). Laporan dari berbagai propinsi di Indonesia menyebutkan lebih 40 jenis tumbuhan berpotensi sebagai pestisida nabati. Prijono dan Hasan (1995) mencatat bahwa di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae, namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru. Banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai insektisida, maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup tepat.
Syakir (2011) mendefenisikan bahwa pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan, dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul) dan pembunuh dari orgnisme pengganggu tanaman. Selanjutnya Haryono (2011), menyatakan bahwa pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan, yang dapat berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat ataupun penghambat pertumbuhan OPT. Pestisida nabati diartikan pula sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan, dan relatif mudah dibuat walaupun dengan kemampuan, serta pengetahuan terbatas. Karena terbuat dari bahan alami atau nabati, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residunya (sisa-sisa zat) mudah hilang.
Takahashi (1981) mendefenisikan bahwa pestisida nabati adalah bahan alami yang mengandung senyawa bioaktif yang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu; a) bahan alami dengan kandungan senyawa antifitopatogenik (antibiotika pertanian), b) bahan alami dengan kandungan senyawa bersifat fitotoksik atau mengatur tumbuh tanaman (fitotoksin, hormon tanaman dan sejenisnya) dan c) bahan alami dengan kandungan senyawa bersifat aktif terhadap serangga (hormon serangga, feromon, antifidan, repelen, atraktan dan insektisidal).  Mekanisme kerja pestisida nabati melindungi tanaman dari organisme pengganggu antara lain dengan menghambat proses reproduksi serangga hama khususnya serangga betina, mengurangi nafsu makan, menolak makanan, merusak perkembangan telur, larva dan pupa sehingga perkembangbiakan serangga hama dapat dihambat, serta menghambat pergantian kulit. Selanjutnya mekanisme lainnya adalah dalam kelompok repelan, yaitu menolak kehadiran serangga misalnya dengan bau yang menyengat, kelompok antifidan, yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, menghambat reproduksi serangga betina, bertindak sebagai racun syaraf, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga, kelompok atraktan, yakni sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga, dan mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri (Marianah 2016) dan ada juga kelompok pestisida nabati yang berpengaruh dalam menurunkan preferensi serangga dalam mengakses sumber makanan (Bedjo 1993; dan Erliana 1991).

Beberapa tanaman rempah potensial yang efektif menurunkan serangan hama kumbang bubuk S. zeamais Motsch

Secara umum tumbuhan khususnya tumbuhan rempah dan obat kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan yang potensial sebagai pestisida nabati dapat melampaui 400.000 jenis. Grainge et al 1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama. Di Indonesia, sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili (Kardinan 1999).
Serai atau sereh. Tanaman serai termasuk golongan rumput-rumputan yang disebut Andropogon nardus atau Cymbopogon nardus. Genus ini meliputi hampir 80 species, tetapi hanya beberapa jenis yang menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai arti ekonomi dalam dunia perdagangan. Tanaman serai wangi mampu tumbuh sampai 1-1,5 m. Panjang daunnya mencapai 70-80cm dan lebarnya 2-5 cm, berwarna hijau muda, kasar dan memiliki aroma yang kuat (Hartati 2012).
 Sereh mengandung minyak atsiri yang komposisinya antara lain sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol methil heptenol dan dipentena (Guenther 1990; Herminanto et al 2010). Kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan graniol (C10H18O) sebesar 35-40%. Senyawa sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant). Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan. Di samping itu, manfaat dari daun sereh juga bersifat penolak (repellent) dan bersifat sebagai insektisida, bakterisida, nematisida.
Kadir et al. (2014) meneliti efektivitas daun sereh (Cymbopogon Citratus (L).Rendle) sebagai insektisida nabati dalam menekan serangan hama kutu jagung (Sitophilus spp) pada beberapa wadah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh wadah penyimpanan dan bentuk sedian sereh terhadap persentase mortalitas hama, efektivitas pestisida dan jumlah turunan pertama hama kumbang bubuk jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan toples kaca memberikan pengaruh nyata terhadap persentase mortalitas hama sebesar 51,66%, persentase efektivitas sebesar 51% dan jumlah turunan pertama sebesar 81 ekor (Gambar 1).



















Gambar 1.   Diagram perbandingan persentase efektivitas pestisida nabati sereh dan wadah penyimpanan dengan pestisida kimia dalam membunuh hama kumbang bubuk (Kadir et al. 2014)

Selanjutnya ditemukan bahwa ternyata bentuk sedian sereh tidak berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas, persentase efektivitas dan jumlah turunan pertama (Gambar 2).
















 Gambar 2. Hubungan antara lamanya investasi terhadap persentase mortalitas hama kumbang bubuk  pada bentuk sedian berbeda (Kadir et al 2014)
Menurut Astriani (2012) menunjukkan hasil sebagai berikut : a) akar wangi dan sereh wangi dengan dosis 5-20% pada formulasi larutan (ekstrak) mempunyai toksisitas kontak dan pakan terhadap hama bubuk pada benih jagung, sedangkan pada formulasi serbuk (powder) dan bentuk asli (non ekstrak) mempunyai toksisitas pakan, b)  akar wangi dan sereh wangi pada dosis 5-20% berbagai formulasi dapat menekan populasi hama bubuk pada benih jagung dalam penyimpanan selama 9 minggu, c) akar wangi dapat menyebabkan mortalitas hama bubuk lebih tinggi daripada sereh wangi, dan dosis 20% dapat menyebabkan mortalitas lebih tinggi dari pada dosis 5 dan 10%, d) aplikasi akar wangi atau sereh wangi pada dosis 5-20% dengan berbagai formulasi (ekstrak, non ekstrak dan serbuk) pada penyimpanan benih jagung selama 9 minggu, dapat memperkecil kemerosotan bobot benih namun tidak mempengaruhi daya tumbuh benih (Tabel 1).

Tabel 1. Mortalitas hama bubuk jagung Sitophilus spp. dengan perlakuan akar wangi dan sereh
             wangi bentuk asli dan formulasi larutan setelah 9 minggu dalam penyimpanan (%)

Konsentrasi (%)
Akar Wangi
Sereh Wangi
Rata-rata
5
28,42
24,02
26,22 a
10
34,98
18,57
26,78 a
20
47,62
34,00
40,81 b
Rata-rata
37,01 a
25,33 a

Ket.: Nilai diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama tak berbeda nyata menurut
         uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5% (Astriani (2012)

Bawang Merah. Bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia setelah cabai dan kacang panjang. Bawang merah cukup banyak digemari oleh masyarakat, terutama sebagai bumbu penyedap masakan, bahan obat seperti: untuk menurunkan kadar kolesterol, terapi, anti oksidan, dan anti mikroba.
Daun Bawang merah mengandung senyawa minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, lavonglikosida, saponin, peptida, fitohormon, kuersetin dan acetogenin. Acetogenin pada konsentrasi tinggi, memiliki keistimewaan sebagai anti-feeden yang dapat menyebabkan serangga tidak bergairah makan. Senyawa   acetogenin dalam konsentrasi rendah akan mengganggu proses pencernaan dan merusak organ-organ pencernaan, yang  berakibat pada kematian serangga  (Plantus 2008).
Menurut Fattah dan Syafaruddin (1999); Saenong dan Masud (2009),  bahwa bawang merah dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena mampu menurunkan intensitas serangan 16,12% dengan tingkat mortalitas serangga sebesar 8,14%. Walaupun kemampuan membunuh serangga hanya 8,14% akan tetapi pada percobaan lain dengan serangga target yang berbeda hasilnya cukup baik (Tabel 2). Efek repelensi cukup significant mengusir serangga target.


Tabel 2.  Rata-rata Populasi terakhir, intensitas serangan, jumlah populasi  mati, dan  berat jagung terakhir.

Perlakuan
Intensitas serangan (%)
Jumlah Populasi
yang mati
Populasi Terakhir
Berat Jagung
terakhir
Kontrol
Abu dapur
Arang halus
Daun sirih
Bawang merah
Daun cengkeh
Daun dringo
Abu sekam
17,21 a
  8,14 b
  2,25 c
  4,15 bc
16,12 a
  6,65 b
  3,37 c
  5,18 b
  6,22 e
15,13c
38,17a
27,11b
  8,14e
19,27c
31,12ab
21,25c
112,00 a
   45,17 c
   15,14 e
   25,10 d
   81,25 b
   20,21 de
   12,19 e
   19,01 de
972,14 a
763,12 b
650,37 b
891,31 ab
920,13 a
824,26 ab
712,15 b
882,51 a
KK (%)
16,51
11,34
18,14
19,17
Sumber :  Abd Fattah dan Syafruddin (1996); Saenong dan Masud (2009)

Minyak atsiri yang terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam. Menurut Andriana (1999) bahwa ekstrak bawang putih memiliki daya kerja sebagai insektisida yang dapat menghambat perkembangan Sitophilus spp. Selanjutnya dikemukakan bahwa dengan perlakuan taraf konsentrasi 7% saja sudah mampu menurunkan populasi serangga turunan pertama menjadi nol (tidak diketemukan adanya populasi F1 yang muncul).
Hasnah dan Usamah Hanif (2010) melaporkan bahwa: 1) ekstrak bawang putih efekif sebagai insektisida nabati karena pengaruh yang nyata terhadap mortalitas Sitophilus spp, rata-rata waktu kematian, persentase kerusakan biji jagung dan jumlah turunan pertama yang muncul, 2) konsentrasi 6% merupakan konsentrasi yang efektif dalam mengendalikan Sitophilus spp di laboratorium, dengan tingkat mortalitas sebesar 85,00%, 3) pada perlakuan konsentrasi tertinggi 12%, ternyata memberikan efek mortalitas Sitophilus spp tertinggi, rata-rata waktu kematian semakin cepat, persentase kerusakan biji jagung menjadi rendah dan jumlah turunan pertama yang muncul paling sedikit, sedangkan pada konsentrasi terendah 2% memberikan efek tingkat mortalitas S. zeamais Motsch menunjukkan nilai terendah, rata-rata waktu kematian lebih lama, persentase kerusakan biji jagung menjadi tinggi dan jumlah turunan pertama yang muncul tertinggi (Tabel 3).


Tabel 3. Rata-rata mortalitas Sitophilus spp setelah aplikasi ekstrak bawang putih ada berbagai konsentrasi.









Ket.: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
         berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 0,05. Data telah ditransformasi dengan transformasi
         ArcSin √x (Hasnah dan Usamah Hanif (2010)
K1=2%, 2 ml Ekstrak bawang putih + 98 ml aquades
K2=4%, 4 ml Ekstrak bawang putih + 96 ml aquades
K3=6%, 6 ml Ekstrak bawang putih + 94 ml aquades
K4=8%, 8 ml Ekstrak bawang putih + 92 ml aquades
K5=10%, 10 ml Ekstrak bawang putih + 90 ml aquades
K6=12%, 12 ml Ekstrak bawang putih + 88 ml aquades

Lombok Merah. Lombok Merah (Capsicum annuum L. ) adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Terdapat lima spesies cabai, yaitu C. annuum, C. frutescens, C. chinense, C. bacctum, dan C. pubescens. Di antara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi ekonomis ialah C.annuum dan C. frutescens (Agusta 2000; Plantus 2008). Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Sedangkan Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah.
Hasil penelitian Wakman et al. (2003) menunjukkan bahwa dua bahan nabati dapat menyebabkan kematian serangga yang signifikan yaitu A. conyzoides dengan mortalitas 86,7% dan sereh 65,3%. Pada konsentrasi yang lebih rendah (10%) efektivitas A. conyzoides, mortalitas kumbang bubuk hanya 5,7%. Walaupun ekstrak daun lombok tidak menunjukkan efek membunuh serangga target akan tetapi efek repelensinya cukup baik. L. camara juga menunjukkan efek insektisida terhadap kumbang bubuk akan tetapi kurang efektif dibanding A. conyzoides dan sereh. Jika dibandingkan dengan insektisida anorganik Decis 2,5 EC dan Dursban dengan konsentrasi hanya 0,1% dapat menyebabkan kematian 100%. Nampak bahwa A.conyzoides dapat efektif hingga 3 hari setelah aplikasi, pada hari keempat mortalitasnya tinggal 20% dan pada hari kelima tidak efektif lagi. A. nardus masa efektifnya lebih pendek hanya 2 hari. Fakta ini menunjukkan bahwa sebenarnya keempat bahan nabati tersebut dapat berfungsi sebagai repellent artinya jika ada bahan nabati tersebut kumbang bubuk relatif akan menghindar. A. dan A. nardus menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding yang lain (Tabel 4).

Tabel 4. Mortalitas hama kumbang bubuk (%) berbagai konsentrasi ekstrak bahan              nabati 24 jam setelah aplikasi.

Bahan Nabati 
Konsentrasi (%)
50
20
10
Lantana camara
Ageratum conyzoides
Andropogon nardus
Capsicum annum
Pembanding :
   Decis 2,5 EC
   Konsentrasi 0,1%
   Dursban
   Konsentrasi 0,1%
10
86,70
65,30
0

100

100
4,30
35,30
45,70
0

100

100
0
5,70
5,30
0

100

100
Sumber : Wakman et al. (2003)

Tabel 5. Jumlah serangga yang pindah (efek repellent) pada bahan yang diberi bahan nabat jagung 800 g + 20 g bahan nabati, dan 100 ekor hama kumbang bubuk).

Bahan nabati 
Jam setelah aplikasi
3
6
12
18
24
26
Lantana camara
Ageratum conyzoides
Andropogon nardus
Capsicum annum
Kontrol
17
24
21
15
1
4
12
7
6
1
3
7
2
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber : Wakman et al. (2003)

Lada Hitam. Salah satu tanaman yang bersifat insektisida nabati adalah lada hitam (Piper nigrum). Tanaman ini mengandung senyawa aktif yang mempunyai daya meracun antara lain saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, piperin, piperline, piperolaine, piperanine, piperonal (Conectique 2012 dalam Hasnah et al. 2014). Senyawa piperine yang dikandung lada hitam bersifat repellent pada Sitophilus spp karena mengeluarkan aroma dan rasa pedas sehingga dapat mempengaruhi serangga dalam menghasilkan telur dan juga menimbulkan kematian (Udo et al. 2011; Hasnah et al. 2014). Aroma dan flavor dari lada ditentukan oleh komposisi minyak volatile, sedangkan kepedasannya diproduksi oleh alkaloid yang tidak mudah menguap, salah satunya yaitu piperine. Berdasarkan beberapa literatur, bahwa tanaman lada dapat mengendalikan beberapa hama pascapanen seperti Sitophilus spp., Callosobrunchus sp., Lasioderma serricorne,  Rhizopertha dominica, dan Tribolium castaneum. Senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan tumbuhan ini bisa bersifat sebagai penolak (repellent), penghambat makanan (antifeedant/feeding deterrent), penghambat peletakan telur (oviposition repellent/deterrent) dan juga bisa sebagai senyawa racun yang dapat mematikan serangga (Hasnah et al. 2014).
Hasnah et al. (2014), menyatakan bahwa aplikasi serbuk lada hitam pada biji jagung berpengaruh terhadap mortalitas dan jumlah imago turunan pertama yang muncul serta persentase kerusakan biji jagung akibat serangan Sitophilus spp, tetapi tidak berpengaruh terhadap lama imago muncul. Persentase kerusakan biji jagung tertinggi dijumpai pada kontrol sebesar 7,88% dan terendah pada aplikasi serbuk lada hitam pada dosis 1 g/100 g biji jagung yaitu 3,10%. Aplikasi serbuk lada hitam 1 g/100 g biji jagung sudah efektif untuk mengendalikan Sitophilus spp. karena menghasilkan mortalitas sampai 80%. Lebih jauh Awoyinka et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak lada hitam dengan konsentrasi 1,45 mg/mL dalam waktu 80 menit dapat mengakibatkan kematian 10 imago Sitophilus spp, sedangkan Ashouri dan Shayesteh (2009) menyatakan bahwa, aplikasi serbuk lada hitam dengan konsentrasi 0,5% (w/w) dapat mematikan 90% hama kumbang bubuk spesies S. granarius setelah 5 hari.

Tabel 6.  Rata-rata mortalitas imago Sitophilus spp akibat aplikasi serbuk lada hitam pada 1, 2, 3 dan 4 HSA (Hari Setelah Aplikasi)

Perlakuan
Pengamatan (HSA)
1
2
3
4
0.0  g
0.2 g
0.4 g
0.6 g
0.8 g
1.0  g
  0.00 a
  7.50 abc
10.00 bc
  7.50 ab
10.00 bc
17.50 c
  0.00 a
20.00 b
27.50 b
35.00 b
22.50 b
47.50 b
  0.00 a
40.00 b
52.50 b
45.00 b
55.00 b
67.50 b
  0.00 a
57.50 b
60.00
62.50 b
70.00 b
80.00 b
Ket.: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama  menunjukkan tidak nyata pada
         taraf P 0,05 (Hasnah et al. 2014)

Bunga cengkeh. Tanaman cengkeh merupakan salah satu tanaman rempah yang dimanfaatkan terutama dalam industri rokok. Selain itu cengkeh juga dimanfaatkan dalam industri makanan dan obat-obatan. Sejak tahun 1990an bagian-bagian dari tanaman cengkeh, yaitu daun, bunga dan gagangnya telah dimanfaatkan pula sebagai bahan baku pestisida nabati untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galoyonat, fenilin, resin dan gom (Huang et al. 2002; Velluti et al. 2003). Minyak cengkeh juga memiliki efek terapi untuk asma dan beberapa alergi (Kim et al. 1998). Kandungan terbesar minyak cengkeh adalah eugenol, yang bermanfaat dalam pembuatan vanilin, eugenil metil ester, dan eugenil asetat. Vanilin merupakan bahan pemberi aroma pada makanan, permen, coklat dan parfum (Guenther 1990). Cara kerja senyawa-senyawa yang dikandung daun cengkeh adalah menghambat aktivitas makan (anti feedant), mengakibatkan kemandulan dan bersifat sebagai fungisida.
Pada pemanfaatan sebagai pestisida nabati untuk hama kumbang bubuk, terlihat kemampuan menurunkan intensitas serangan tidak terlalu besar yakni hanya sekitar 6,65%, akan tetapi kemampuan menyebabkan mortalitas serangga relatif agak tinggi yakni 19,27%. Keadaan ini disebabkan karena efek kerja dari pestisida ini adalah sebagai antifeedant (menyebakan serangga kehilangan nafsu makan), maka dari itu mortalitas serangga yang terjadi bukan disebabkan efek kontak terhadap serangga tetapi kematian disebabkan karena terjadi starvasi dari serangga terhadap sumber makanan (Fattah dan Syafaruddin 1999; dalam Saenong dan Masud (2009) (Tabel 3).
Kencur. Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan bumbu masak sehingga para petani banyak yang membudidayakan untuk diperdagangkan dalam jumlah besar. Tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar/rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto 1986). Menurut Afriastini (1990), komposisi kandungan kimia rimpang kencur terdiri dari; 1) etil sinamat, 2) etil p-metoksisinamat, 3) p-metoksistiren, 4) karen 5) borneol, dan, 6) paraffin. Kandungan kimia yang merupakan komponen utama dari kencur adalah etil p-metoksisinamat (Afriastini 1990). Selain itu tanaman kencur mempunyai kandungan minyak atsiri 2,4-2,9% yang terdiri atas etil parametoksi sinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, dan penta dekana. Etil para metoksi sinamat merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah 1997). Senyawa kimia yang berperan untuk menekan populasi hama kumbang bubuk adalah minyak atsiri.
Timoty (2014) mengemukakan bahwa ekstrak kering kencur dan lama penyimpanan dari masing-masing perlakuan meningkatkan mortalitas imago hama kumbang bubuk, sehingga menurunkan jumlah imago dan mengurangi susut bobot benih jagung dalam penyimpanan.

Keunggulan dan kelemahannya

Amanupunyo (2016), menyatakan bahwa pengembangan pestisida nabati cukup sulit karena beberap faktor, akan tetapi pestisida nabati ini punya peluang untuk dikembangkan dimasa datang dilihat dari aspek keunggulan antara lain:
1)      mengurangi resiko hama mengembangkan sifat resistensi,
2)      tidak mempunyai dampak yang merugikan bagi musuh alami hama,
3)      mengurangi resiko terjadinya letusan hama kedua,
4)      mengurangi bahaya bagi kesehatan manusia dan ternak,
5)      tidak merusak lingkungan dan persediaan air tanah serta air permukaan,
6)      mengurangi ketergantungan petani terhadap agrokimia,
7)      biaya dapat lebih murah,
8)      murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani,
9)      tidak menyebabkan keracunan pada tanaman,
10)  kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain,
11)  menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu,
12)  mempunyai   sifat   daya   racun   rendah,
13)  tidak mendorong resistensi, mudah terdegradasi, kisaran organisme sasaran sempit,
14)  lebih akrab lingkungan serta lebih sesuai dengan kebutuhan keberlangsungan usaha tani skala kecil, dan
15)  tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik, residu lebih pendek dan kemungkinan berkembangnya resistensi lebih kecil.
Selanjutnya Amanupunyo (2016), mengatakan bahwa pestsida nabati mempunyai banyak kelemahan antara lain :
1)      kurang stabil sehingga mudah terdegradasi oleh pengaruh fisik, kimia maupun biotik dari lingkungannya, maka penggunaannya memerlukan frekuensi penggunaan yang lebih banyak dibandingkan pestisida kimiawi sintetik sehingga mengurangi aspek kepraktisannya Kebanyakan senyawa organik nabati tidak polar sehingga sukar larut di air karena itu diperlukan bahan pengemulsi,
2)      bahan nabati alami juga terkandung dalam kadar rendah, sehingga untuk mencapai efektivitas yang memadai diperlukan jumlah bahan tumbuhan yang banyak,
3)      bahan nabati hanya sesuai bila digunakan pada tingkat usaha tani subsisten bukan pada usaha pengadaaan produk pertanian massal,
4)      apabila bahan bioaktif terdapat di bunga, biji, buah atau bagian tanaman yang muncul   secara   musiman,   mengakibatkan   kepastian   ketersediaannya   yang   akan menjadi kendala pengembangannya lebih lanjut,
5)      kesulitan menentukan dosis, kandungan kadar bahan aktif di bahan nabati yang diperlukan untuk pelaksanaan pengendalian di lapangan, sehingga hasilnya sulir diperhitungkan sebelumnya,
6)      daya kerjanya relatif lambat,
7)      tidak tahan terhadap sinar matahari,
8)      kurang praktis dan tidak tahan disimpan,
9)      kadang-kadang harus diaplikasikan / disemprotkan berulang-ulang.


Kendala dan Strategi pengembangan ke depan

            Kendala. Menurut Natawigena (2000), pestisida nabati dianggap ramah lingkungan dan biayanya relatif murah, namun kendala dan prospek pengembangannya tidak semudah yang kita pikirkan. Ada beberapa faktor yang menjadi faktor penghambat dalam pengembagannya antara lain :
1.      Kegiatan penelitian pestisida nabati masih belum terpadu (pelaksanaan penelitian terhadap pestisida masih terputus-putus, menyebabkan informasi dan data yang dihasilkan belum dapat dijadikan dasar bagi pengembangan pestisida nabati selanjutnya)
2.      Mahalnya biaya untuk mengembangkan pestisida nabati (pengembangan pestisida nabati dari mulai pemilihan jasad sasaran, pemilihan jenis bahan aktif, penyediaan bahan baku, ekstraksi, pemurnian, pembuatan formulasi, paten, registrasi, pabrikasi dan pemasaran, memerlukan waktu dan biaya sangat besar)
3.      Kebiasaan petani (sosial-budaya) dalam menggunakan pestisida sintetik (dalam periode ini masih banyak petani beranggapan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat menjamin keselamatan hasil tanamannya. Oleh karena itu, ada atau tidak ada hama terutama pada tanaman ekonomis dilakukan aplikasi pestisida hal ini menyalahi aturan strategi PHT)
4.      Rendahnya penguasaan teknologi pembuatan pestisida nabati (masih terbatasnya penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida nabati, dari mulai teknik penyediaan bahan baku sampai produksi. Sampai saat ini tanaman penghasil pestisida nabati belum ada yang dibudidayakan petani.
5.      Pestisida sintetik mendominasi pasar (pestisida sintetik mudah dipakai dan mudah didapat serta hasilnya segera terlihat merupakan suatu keunggulan yang telah mendesak/melenyapkan penggunaan pestisida nabati di pasaran. Juga dari segi harga kalah bersaing, sebab pestisida sintetik dibuat dari bahan kimia dan bahan bakunya tersedia dalam jumlah banyak menyebabkan harga produk relatif lebih murah.
Strategi. Kardinan (2011) menyatakan bahwa strategi pengembangan ke depan yang perlu dilakukan antara lain :
1)      penyiapan bahan baku sehingga tidak bergantung pada alam, tetapi harus sudah mulai dibudidayakan dan dimasyarakatkan agar petani mau menanam bahan baku pestisida,
2)      teknik pengolahan yang mudah dan murah agar pestisida nabati dapat disediakan sendiri oleh petani guna memenuhi kebutuhannya,
3)      peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pestisida nabati agar tidak bergantung pada pestisida sintetis dan sadar bahwa masih ada alternatif pengendalian, yaitu pemanfaatan pestisida nabati,
4)      distribusi dan pemasaran agar pestisida nabati terdistribusi ke daerah sehingga petani mudah memperolehnya pada saat memerlukan,
5)      penelitian dan pengembangan untuk mengatasi kelemahan pestisida nabati selain memperoleh temuan baru,
6)      pengembangan indikator keberlanjutan, antara lain dapat dilihat dari: (a) keuntungan petani; (b) penurunan pasokan pestisida kimia sintetis; (c) rendahnya residu pestisida kimia pada tanaman, tanah, dan air; serta (d) penerimaan masyarakat terhadap pestisida nabati.

Kesimpulan
Sereh. Sereh mengandung minyak atsiri yang komposisinya antara lain senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol methil heptenol dan dipentena, kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan graniol (C10H18O) sebesar 35-40%. Senyawa sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant). Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan. Di samping itu, manfaat dari daun sereh juga bersifat penolak (repellent) dan bersifat sebagai insektisida, bakterisida, nematisida.
Bawang Merah. Bawang merah mengandung senyawa minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, lavonglikosida, saponin, peptida, fitohormon, kuersetin dan acetogenin, pada konsentrasi tinggi, berfungsi sebagai anti-feeden.
Bawang Putih. Bawang putih juga mengandung senyawa allil sulfida, allil propel disulfide, allil divinil sulfide, allil vinil sulfoksida, diallil trisulfida, adenosin, allistin, garlisin, tuberkulosid, dan senyawa fosfor. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga dan dapat mengusir keong, siput dan bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem saraf. Minyak atsiri yang terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam. Senyawa metabolik sekunder oleh tumbuhan bawang putih bersifat sebagai penolak (reppelent), penghambat (antifeedant/feeding deterrent), penghambat perkembangan (oviposition repellent/deterrent) serta dapat berperan sebagai bahan kimia yang mematikan serangga dengan cepat.
Lombok Merah. Lombok merah mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Ekstrak daun lombok mempunyai efek repelensi terhadap serangga.
Lada Hitam. Tanaman ini mengandung senyawa aktif yang mempunyai daya meracun antara lain saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, piperin, piperline, piperolaine, piperanine, piperonal. Senyawa piperine bersifat repellent pada S. zeamais Motsch karena mengeluarkan aroma dan rasa pedas sehingga dapat mempengaruhi serangga dalam menghasilkan telur dan juga menimbulkan kematian.
Bunga Cengkeh. Bunga cengkeh (S. aromaticum) selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galoyonat, fenilin, resin dan gom. Cara kerja senyawa-senyawa yang dikandung daun cengkeh adalah menghambat aktivitas makan (antifeedant), mengakibatkan kemandulan dan bersifat sebagai fungisida.
Kencur. Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Kandungan minyak atsiri tinggi yang berfungsi untuk menekan populasi hama kumbang bubuk.

Daftar Pustaka
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Hal. 101.    
Amanupunyo, R.D. Handri. 2016. Pemanfaatan pestisida nabati   dalam  perdagangan global. http://dokumen.tips/documents/pestisida-nabati-55b0799898560.html. Diakses tgl 2 Mei 2016.

Andriana, R. 1999. Kajian Daya Insektisida Ekstrak Umbi Bawang Putih (Allium sativum) dan Ekstrak Daun Buah Nona (Annona reticulata L.) Terhadap Serangga Sitophilus zeamais Motsch. (Skripsi). Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).
Anonim. 2016a. PP No.6 Tahun 1995.
Ashouri, S. and N. Shayesteh. 2009. Insecticidal activities of black pepper and red pepper in powder form on adults of Rhyzopertha dominica (F.) and Sitophilus granaries (L.). Journal Entomol. Vol. 31(2):799-804.
Astriani D. 2012. Kajian bioaktivitas formulasi akar wangi dan sereh wangi terhadap hama bubuk jagung Sitophilus spp. pada penyimpanan benih jagung. Jurnal Agrisains Vol.3 No.4, Mei 2012
Asfriatini.J.J.1990. Bercocok Tanam Kencur. Wakarta. Penebar Swadaya.Jakarta.
Ashouri, S and N. Shayesteh. 2009. Insectisidal activities of black pepper and red pepper in powder form on adults of Rhyzopertha dominica (F.) and Sitophilus granarius. Journal Entomol. Vol. 31(2): 799-804.
Asmiranti, P. 2005. Studi Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap Perkembangan Pradewasa Nyamuk Culex pipiens q. Skripsi. Fakultas Kedikteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan).
Awoyinka, OA, IO Oyewolel, BMW Amos and OF Onasoga. 2006. Comparative pesticidal activity of dichloromethane extracts of piper nigrum against Sitophilus zeamais and Calosobruchus maculatus. Journal of Biotechnology Vol.5 (24): 2446-2449.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Mutu Papan Partikel. Standard Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006. Badan Standarisasi Nasional. Indonesia.
Bedjo. 1992. Pengaruh kadar air awal biji Jagung terhadap laju infeksi kumbang bubuk dalam Astanto et.al (ed). Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang Tahun 1991. Balai penelitian Tanaman Pangan Malang p. 294-298.
Bedjo. 1993. Pengaruh pengasapan kayu Albizia terhadap infestasi hama gudang Sitophilus sp pada penyimpanan jagung. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang. Abstrak Hasil-Hasil Penelitian Pertanian Indonesia. 1995. Vol. XIII No. 1. Badan Litbang Pertanian. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian.
Erliana, 1991. Pengaruh bahan nabati, arang dan abu dapur terhadap kerusakan biji jagung dalam penyimpanan. Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang. Balittan Malang
Fattah dan Syfarauddin. 1996. Pengaruh bahan nabati, arang, abu sekam dan abu dapur terhadap intensitas serangan Sitophilus spp. Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan X PEI, PFI dan HPTI Komda Sulsel.1996.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid 3, Universitas Indonesia
Hartati, S.Y. 2012. Prospek Pengembangan Minyak Atsiri Sebagai Pestisida Nabati. Jurnal Perspektif 11 (01) : 45-58
Haryono. 2011. Konsep dan strategi penelitian dan pengembangan pestisida nabati. Makalah disampaikan pada Semnas Pesnab IV Jakarta 15 Oktober 2011.
Hasnah dan H. Usamah. 2010. Efektivitas ekstrak bawang putih terhadap mortalitas Sitophilus zeamais Motsch pada jagung di penyimpanan. Jurnal Floratek 5:1-10
Hasnah, R. Masra, dan S. Linda.  2014. Efikasi serbuk lada hitam dalam mengendalikan hama Sitophilus zeamais pada biji jagung selama penyimpanan Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol.16, No.2 Hal 23-32
Herminanto, Nurtiati, dan D.M. Kristianti. 2010. Potensi daun sereh untuk mengendalikan hama Collosobruchus analis F pada kedelai dalam penyimpanan. Jurnal Agrivigor .3 (No 1).Hal 19-27.
Huang, Y. 2002. Insecticidal properties of eugenol , isoeugenol and methyleugenol and their effects on nutrition of Sitophilus zeamais Motsch . (Coleoptera : Curculionidae) and Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera : Tenebrionidae). Journal of Stored Product Research, 38, pp.403–412
Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya. http://repository. usu.ac.id/bitstream/123456789/25449/2/Reference.pdf. Diakses tgl 14 April 2016
Imdad, H.P dan A.A. Nawangsih. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
Inayatullah. M. S. 1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi Sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya. http://repository. usu.ac.id/bitstream/123456789/25449/2/Reference.pdf. Diakses tgl 14 April 2016
Jani. 1993. Uji Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga Linn). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25449/2/Reference.pdf. Diakses tgl 14 April 2016
Kardinan, A. 1999. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kardinan, A. dan A. Ruhnayat. 2003. Mimba Budidaya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 7-9 h.
Kardinan, A. 2011. Penggunaan pestisida nabati sebagai kearifan lokal dalam pengendalian hama tanaman menuju sistem pertanian organik. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(4), 2011: 262-278
Kadir, N.N, Rida Iswati, D. Fahria.  2014. Uji Efektivitas Sereh (Cymbopogon Citratus) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Menekan Serangan Hama Kutu Jagung (Sitophilus zeamais) Pada Beberapa Wadah Penyimpanan. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. http://kim.ung.ac.id/index.php/ KIMFIIP/ article/view/4747/4722. Diakses tgl 25 Pebruari 2016.
Kim, H.M.  1998. Effect of Syzygium aromaticum extract on immediate hypersensitivity in rats. Journal of Ethnopharmacology, 60(4), pp.125–131.
Marianah. L. 2016. Membuat pestisida nabati. http://www.bppjambi.info/newspopup. asp?id=708. Diakses tgl 14 April 2016.
Natawigena, D.W. 2000. Beberapa kendala dalam memproduksi pestisida nabati. Staf Pengajar Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNPAD. (Disajikan dalam Seminar Nasional ‘PHT Promo 2000’ tanggal 29 Juni 2000).
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agro Media Pustaka: Jakarta
Plantus. 2008. Anekaplantasia. Plants Clipping Infomations From All Over Media In Indonesia.
Prijono, D., dan E. Hasan. 1995. Pengaruh ekstrak nimba terhadap perkembangan dan mortalitas Croccidolonia binotalis. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 1 – 2 Desember 1993
Prijono, Djoko. 1999. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. IPB-Press, Bogor.
Porntip, V. and C. Sukpraharn. 1974. Current problems of pest of stored products in Thailand. In Pest of Stored Products. Biotrop Special Pub. No.33. hal.45-53
Port, G. 2002. Bawang Putih Membuat Siput Lari. Copiryght @ PT. Kompas Cybermedia. Jakarta
Rejesus, B.M. 1981. Stored product pest problems and research needs in the Philippines. Proceeding of Biotrop Symposium on Pest of Stored Product. Bogor,pp.47-63.
Setiawati, R. 2009.  Kajian Penggunaan Daun Pepaya, Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch dan Aplikasinya pada Penyimpanan Beras (Thesis). Di bawah bimbingan Yadi Haryadi.
Saenong, M.S. 2009. Kajian aspek tingkah laku serangga hama kumbang bubuk Sitophilus  zeamays Motsch  di  laboratorium.  Prosiding Nasional Serealia, Maros, 20 Juni 2009. Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.
Saenong, S.M dan S.Mas’ud. 2009. Keragaan hasil teknologi pengelolaan hama kumbang bubuk pada tanaman jagung dan sorgum. Prosiding Nasional Serealia Maros, 2009.
Saenong, S.M dan  A. Arrachman. 2016. Strategi Pengendalian dan Pengelolaan Hama Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch) (Coleoptera: Curculionidae) pada Tanaman Jagung Menunjang Stabilitas Produksi dan Ketersediaan Pangan Nasional. Indonesian Agency For Agricultural Research And Development (IAARD) Press 2016.146 halaman
Sastrosiswojo, S. 2002. Kajian sosial ekonomi dan budaya penggunaan biopestisida di Indonesia. Makalah pada Lokakarya Keanekaragaman Hayati Untuk Perlindungan Tanaman, Yogyakarta, Tanggal 7 Agustus 2002.
Suprapto. S. 1986. Jamu Jawa Asli. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Syakir, M.  2011. Status penelitian pestisida nabati pusat penelitian dan pengembangan tanaman perkebunan. Seminar Nasional Pestisida Nabati.2011.
Syamsiah, I.S dan Tajudin, 2003. Khasiat & Manfaat Bawang Putih. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Takahashi, N.  1981. Application of biologically natural products in agricultural fields. Dalam  Proc. Of  Reg. Seminar on Recnet Trend in Chemistry of Natural Product Research, M.Wirahadikusumah and A.S Noer (Eds.).  110 –132.  Penerbit ITB, Bandung.
Timoty, J.C. 2014. Pengaruh Ekstrak Kering Kencur (Kaemferia Galanga L) Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mortalitas Hama Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais L), Indeks Daya Kecambah Dan Indeks Kecepatan Kecambah Benih Jagung (Zea mays). Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember (Skripsi).http://dspace.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/60024/JEVLIN%20TIMOTY%20C.%20-%20091510501031_1.pdf?sequence=1. Diakses tgl 25 Pebruari 2016.
Towaha. J. 2012. Manfaat eugenol cengkeh dalam berbagai industri di Indonesia. The benefits of cloves eugenol in various industries in indonesia. Jurnal Perspektif Vol. 11 No. 2/Des 2012. Hlm 79 - 90
Udo, IO, MS Ekanem & EU Inyang. 2011. Laboratory evaluation of west african black pepper (piper guineense) seed powder against maize weevil (Sitophilus zeamais Motsch). Journal of Mun. Ent. Zool. Vol.6 No.2. p.56-77. University of Uyo, Nigeria.
Velluti, A. 2003. Inhibitory effect of cinnamon , clove , lemongrass , oregano and palmarose essential oils on growth and fumonisin B 1 production by Fusarium proliferatum in maize grain. International Journal of Food Microbiology, 89, pp.145–154.
Wakman W, J. Tandiabang, Masmawati, Suarni, M. Sudjak Saenong, Haris Talanca, M. Yasin, Said Kontong, Sutjiati. 2003. Laporan Akhir Pengelolaan Hama Dan Penyakit Utama Jagung Secara Hayati. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain.


K