Tuesday, January 19, 2021

   

Pengelolaan sampah organik menggunakan Black Soldier Fly (Hermetia illucens) /Lalat Tentara Hitam


Amelia Sebayang
Balai Penelitian Tanaman Serealia





Sampah merupakan salah satu permasalahan di banyak negara dan sistem pengelolaannya perlu mendapat perhatian lebih. Di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2020, total timbunan sampah mencapai 64 juta ton setiap tahun yang didominasi oleh sampah organik yakni mencapai 60% dari total sampah. Untuk mengurangi penimbunan sampah maka perlu dilakukan cara pengelolaan sampah yang baik. Berbagai cara pengelolaan sampah organik guna meningkatkan nilai ekonomis telah diusakahan salah satunya dengan pemanfaatan agen dekomposer. Salah satu agen dekomposer yang sedang mendapat perhatian dunia adalah lalat tentara hitam atau dikenal dengan Black Soldier Fly (BSF).

Lalat tentara hitam (Hermetia illucens (L.) (Diptera: Stratiomyidae) tersebar di daerah tropis dan sub-tropis antara 40°LS dan 45°LU (Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017). Siklus hidup lalat tentara hitam adalah metamorfosis sempurna yang dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa, dan dewasa. Lalat tentara hitam memiliki kemampuan untuk hidup pada cakupan temperatur suhu yang cukup lebar yaitu antara 24°C hingga 40°C atau lebih (Sheppard et al., 2002). Pada suhu ruangan 27°C, siklus hidup lalat dekomposer ini antara 40 sampai 43 hari (Tomberlin et al., 2002). Berikut ini siklus hidup lalat tentara hitam:

Telur

Lalat betina yang telah dibuahi akan meletakkan telurnya secara berkelompok antara 400 hingga 800 butir. Induk akan memilih tempat yang memiliki naungan, cekungan, dan dalam kondisi kering serta berada di dekat bahan organik untuk meletakkan telurnya. Cekungan dan naungan yang dipilih induk betina bertujuan untuk melindungi telur dari serangan predator dan menghindari terjadinya dehidrasi dari telur akibat papran langsung sinar matahari. Tidak lama setelah meletakkan telurnya, induk betina akan mati. Pada umumnya, telur akan menetas menjad larva setelah 4 hari (Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

Dalam proses perbanyakan telur untuk produksi untuk industri maupun penelitian, sangat disarankan untuk menggunakan bahan pakan larva dengan kandungan kaya protein untuk meningkatkan kualitas telur saat oviposisi (Bertinetti et al., 2019)

Larva

Larva BSF dapat mencapai panjang sekitar 27 mm dan lebar 4mm. berwarna kusam dan sedikit keputihan dengan kepala yang kecil dan mulut pengunyah pada bagian depan kepala. Larva BSF akan melewati 5 instar larva dalam kurun waktu 14 hari untuk melengkapi siklus perkembangannya. Performa dan komposisi tubuh larva serangga tergantung pada kualitas dan kuantitas makanannya serta pada faktor biotik seperti kepadatan larva (Dzepe et al., 2020). Durasi perkembangan larva BSF akan sangat signifikan mempengaruhi umur BSF dewasa (T. T. X. Nguyen et al., 2015).

Larva BSF dapat dikembangbiakkan dengan menggunakan berbagai jenis bahan organik seperti sampah dapur, kotoran hewan, buah-buahan serta sayuran, sisa pakan ternak, serta berbagai sisa bahan organik lainnya. Larva lalat ini mampu mengkonsumsi bahan organik yang tidak memiliki nilai ekonomis lagi menjadi sesuatu dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi (T. T. X. Nguyen et al., 2015; Zotte et al., 2019)

Prepupa

Pada tahap akhir larva, larva tersebut akan berubah menjadi prepupa. Pada tahap ini, larva akan mengubah bentuk mulutnya menjadi tipe pengait dan akan berubah warna menjadi coklat gelap hingga keabuan. Mulut yang berbentuk pengait bertujuan untuk mejauhkan mereka dari sumber makanan (bahan organik) menuju ke daerah atau tempat yang kering, seperti humus, ternaungi, dan aman dari serangan predator (Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

Menurut Samayoa & Hwang, 2018, pemberian air pada tahap prepupa dalam industri BSF sangatlah dibutuhkan untuk memberikan kelembabapan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya diapause BSF. Prepupa dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan ternak dengan kandungan protein yang tinggi (H. D. Nguyen, 2010). Dengan mengganti komposisi bahan organik yang menjadi bahan pakan BSF, akan merubah hasil akhir dan nilai ekonomi dari prepupa BSF. Oleh karena itu, bahan pakan larva BSF sangatlah penting untuk mengatur kualitas prepupa untuk meningkatkan nilai ekonomi (Burtle et al., 2012)

Pupa

Tahap pupa dimulai ketika prepupa telah menemukan tempat yang cocok untuk bernaung, diam tanpa gerakan. Untuk keberhasilan dalam proses pupasi, sebaiknya keadaan lingkungan tidak mengalami perbahan yang signifikan atau dengan kata lain dengan kondisi yang tetap hangat, kering, dan ternaungi. Pupasi membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 2-3 minggu dan berakhir dengan lepasnya BSF dewasa dari pupa. Proses pelepasan dari selaput pupa tidaklah lama. BSF dewasa akan merobek selaput pada pupa yang dimulai pada bagian kepala kemudian merayap keluar dan membuka sayap mereka untuk memulai terbang (Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017)

Dewasa

Setelah lepas dari pupa, lalat dewasa hanya bertahan kurang lebih 1 minggu. Waktu 1 minggu yang singkat dipergunakan oleh lalat dewasa untuk menjadi pasangan untuk bertelur dan melanjutkan keturunan. Lalat dewasa tidak makan dan hanya membutuhkan asupan air untuk tetap terhidrasi. BSF pada tahap dewasa sangt membuthkan cahaya dan kondisi lingkungan yang hangat yaitu antara 25-32°C. Keadaan lingkungan dengan kelembapan yang tinggi akan menambah masa hidup BSF dewasa serta meningkatkan keberhasilan dalan reproduksi BSF dewasa. Menurut penelitian, BSF dewasa akan melakukan kopulasi pada pagi hari dan kemudian induk betina akan mencari tempat yang tepat untuk meletakkan telurnya (Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017).

Lalat betina dewasa pada dasarnya akan memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan lalat jantan walaupun tidak ada perbedaan sistemik luar pada jenis kelamin. Lalat dewasa hanya memiliki sepasang sayap, di atas segmen dada kedua. Halter bergetar atas dan bawah dan bertindak sebagai organ sensorik giroskop yang penting untuk penerbangan. Lalat dewasa memiliki jendela transparan pada bagian pertama segmen perut, yang dapat melindungi anatomi internal dari lingkungan luar yang juga dapat berfungsi sebagai kerangka memberikan perlindungan serta memungkinkan terjadinya gerakan atau bioluminensi (Oliveira et al., 2016).




https://www.lifeorigin.my/what-is-black-soldier-fly/


Beberapa alasan mengapa penggunaan BSF sangat menarik dalam proses biodegradasi bahan organik:

1. Limbah biomassa diubah menjadi larva dan residu. Larva yang dihasilkan terdiri dari ± 35% protein dan ± 30% lemak kasar. Protein serangga ini berkualitas tinggi dan merupakan sumber pakan penting bagi ayam dan pembudidaya ikan. Uji coba pakan telah memastikannya sebagai alternatif yang cocok untuk tepung ikan. Untuk penggunaan komersial dalam makanan manusia, larva berpotensi untuk digiling dan diubah menjadi protein bertekstur dengan rasa yang kuat. Keuntungan terbesar dari lalat ini adalah dibandingkan serangga lain adalah kemampuannya untuk mengubah limbah menjadi makanan, menghasilkan nilai dan nutrisi serta mengurangi polusi dan biaya (Wang & Shelomi, 2017)

2. Memberikan larva limbah organik sebagai bahan pakan telah terbukti menonaktifkan bakteri penular penyakit, seperti Salmonella spp. Artinya, risiko penularan penyakit antar hewan dan antar hewan hewan dan manusia berkurang saat menggunakan teknologi ini. Teknologi ini dapata digunakan di peternakan atau saat memproses limbah hewan ternak (misalnya kotoran ayam atau limbah rumah potong hewan). 

3. Pengurangan limbah hingga 80% berdasarkan berat basah telah dibuktikan. Jika perlakuan diterapkan pada sumber timbulan sampah hayati, biaya pengangkutan sampah dan kebutuhan ruang karena tempat pembuangan sampah dapat dikurangi secara drastis. Pengolahan sampah organik bisa lebih jauh mengurangi pembuangan terbuka.

4. Residu yang dihasilkan menyerupai kompos mengandung nutrisi dan bahan organik dan dapat digunakan dalam bidang pertanian serta membantu mengurangi penipisan tanah. 

5. Tidak perlu teknologi canggih canggih untuk mengoperasikan fasilitas ini. Oleh karena itu cocok untuk lingkungan berpenghasilan rendah yang sebagian besar mengandalkan teknologi sederhana dan tenaga kerja tidak terampil.

(Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg, 2017)

 

References:

Bertinetti, C., Samayoa, A. C., & Hwang, S. Y. (2019). Effects of feeding adults of hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae) on longevity, oviposition, and egg hatchability: Insights into optimizing egg production. Journal of Insect Science. https://doi.org/10.1093/jisesa/iez001

Bram Dortmans Stefan Diener B. Verstappen C. Zurbrügg. (2017). Black Soldier Fly Biowaste Processing - A Step-by-Step Guide. In Opto-Ireland 2002: Optical Metrology, Imaging, and Machine Vision.

Burtle, G., Newton, G. L., & Sheppard, D. C. (2012). Mass Production of Black Soldier Fly Prepupae for Aquaculture Diets. Engormix.Com/Aquaculture.

Dzepe, D., Nana, P., Fotso, A., Tchuinkam, T., & Djouaka, R. (2020). Influence of larval density, substrate moisture content and feedstock ratio on life history traits of black soldier fly larvae. Journal of Insects as Food and Feed. https://doi.org/10.3920/jiff2019.0034

Life Origin. (2021, January 2021). What is Black Soldier Fly? Why Black Soldier Fly Is The Future Food & Feed. Life Origin. https://www.lifeorigin.my/what-is-black-soldier-fly/

Nguyen, H. D. (2010). Decomposition of organic wastes and fecal sludge by black soldier fly larvae. In School of Environment, Resources and Development.

Nguyen, T. T. X., Tomberlin, J. K., & Vanlaerhoven, S. (2015). Ability of Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) Larvae to Recycle Food Waste. Environmental Entomology. https://doi.org/10.1093/ee/nvv002

Oliveira, F. R., Doelle, K., & Smith, R. P. (2016). External morphology of Hermetia illucens stratiomyidae: Diptera (L.1758) based on electron microscopy. Annual Research and Review in Biology. https://doi.org/10.9734/ARRB/2016/22973

Sheppard, D. C., Tomberlin, J. K., Joyce, J. A., Kiser, B. C., & Sumner, S. M. (2002). Rearing methods for the black soldier fly (diptera: Stratiomyidae). Journal of Medical Entomology. https://doi.org/10.1603/0022-2585-39.4.695

Tomberlin, J. K., Sheppard, D. C., & Joyce, J. A. (2002). Selected life-history traits of black soldier flies (Diptera: Stratiomyidae) reared on three artificial diets. Annals of the Entomological Society of America. https://doi.org/10.1603/0013-8746(2002)095[0379:SLHTOB]2.0.CO;2

Wang, Y.-S., & Shelomi, M. (2017). Review of Black Soldier Fly (Hermetia illucens) as Animal Feed and Human Food. Foods. https://doi.org/10.3390/foods6100091

Zotte, A. D., Singh, Y., Michiels, J., & Cullere, M. (2019). Black soldier fly (Hermetia illucens) as dietary source for laying quails: Live performance, and egg physico-chemical quality, sensory profile and storage stability. Animals. https://doi.org/10.3390/ani9030115